Desas desus mengenai nominal pajak mobil listrik yang konon lebih murah dari mobil biasa sudah terdengar sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini tentunya menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Pasalnya, mobil listrik tampak tidak ada bedanya dengan mobil-mobil pada umumnya. Secara kasat mata perbedaannya hanya pada desainnya yang mayoritas lebih futuristik dan plat nomornya yang diberi lis berwarna biru.
Lalu, apa sebenarnya yang menyebabkan pajak mobil listrik lebih murah daripada mobil biasa?
Kenapa Pajak Mobil Listrik Lebih Murah
Alasan mendasar yang menyebabkan mobil listrik di Indonesia mendapatkan privilege pajak yang lebih murah dari mobil konvensional berbahan bakar minyak atau bahkan setara dengan pajak motor adalah karena adanya dukungan dari Pemerintah.
Pemerintah Indonesia sendiri melakukan dukungan tersebut guna terus mendorong percepatan mobil ramah lingkungan dan penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Bentuk dukungannya pun berupa pemberian insentif atau keringanan besaran pajak kepada para pembeli mobil listrik.
Langkah ini sesuai dengan kebijakan pengurangan emisi karbon dan target menuju netralitas karbon pada 2060. Mobil listrik dikenakan pajak yang lebih rendah karena dianggap lebih efisien dan tidak menghasilkan emisi langsung seperti mobil berbahan bakar fosil. Kebijakan ini membuat harga pajak mobil listrik lebih terjangkau dibandingkan jika dikenakan pajak normal.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 6 Tahun 2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Alat Berat Tahun 2023.
Pada Pasal 10 Ayat 1 dijelaskan bahwa Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen dari dasar pengenaan PKB.
Tidak hanya itu saja, pada Ayat 2 ditegaskan bahwa pengenaan BBNKB KBLBB untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen dari dasar pengenaan BBNKB.
Peraturan tersebut berlaku untuk mobil listrik buatan dalam negeri maupun yang produksinya masih diimpor dari luar negeri.
Besaran Pajak Mobil Listrik dalam Lima Tahun Pertama
Berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dapat ditarik kesimpulan berapa banyak nominal pajak yang harus dikeluarkan oleh pemilik mobil listrik pada lima tahun pertamanya.
Pada tahun pertama kepemilikan mobil listrik, pemilik hanya diberi kewajiban untuk membayar pajak sebesar Rp. 443.000 dengan detail Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) sebesar Rp. 143.000, Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Rp. 200.000, dan Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) sebesar Rp. 100.000.
Sementara itu pada tahun kedua hingga tahun keempat, pemilik hanya wajib membayar pajak sebesar Rp. 343.000. Jumlah tersebut didapat setelah besaran pajak sebelumnya dikurangi penerbitan TNKB sebesar Rp. 100.000.
Kemudian pada tahun kelima kepemilikan mobil listrik, pemilik wajib melakukan penggantian plat nomor baru. Sehingga TNKB akan diterbitkan lagi dan ada tambahan pengesahan STNK yang baru setidaknya senilai Rp. 50.000.
Jika ditotal secara keseluruhan, maka dalam lima tahun pertama pajak mobil listrik yang perlu dibayarkan kepada Pemerintah adalah sebesar Rp. 1.965.000. Jumlah pajak tersebut tentunya terhitung jauh lebih murah dibandingkan pajak mobil konvensional yang masih menggunakan bahan bakar minyak.
Insentif ini diberikan sebagai upaya pemerintah untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang berkembang, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan meningkatkan kualitas udara.
Dukungan Lain Selain Pajak Rendah
Selain pajak rendah, pemerintah juga mendorong infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) agar percepatan mobil listrik semakin meningkat.
Hingga pertengahan 2024, jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia terus bertambah seiring dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Berdasarkan data dari PLN pada April 2024, terdapat 1.380 unit SPKLU yang tersebar di 956 lokasi. Pulau Jawa menjadi kawasan dengan jumlah SPKLU terbanyak, yaitu 966 unit di 656 titik, diikuti oleh Sumatera (165 unit), Bali-Nusa Tenggara (116 unit), Sulawesi (64 unit), dan Kalimantan (54 unit). Sementara itu, Maluku dan Papua masing-masing memiliki jumlah SPKLU yang lebih sedikit, yaitu 8 unit dan 7 unit.
Secara keseluruhan, pada Juni 2024, total infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik, termasuk SPKLU dan Stasiun Pengisian Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), mencapai 3.457 unit, dengan 1.575 unit berupa SPKLU.
Penambahan SPKLU ini bertujuan untuk mempermudah pengguna kendaraan listrik dalam mengisi daya serta mendukung transisi energi yang lebih ramah lingkungan di Indonesia. Ke depan, diharapkan infrastruktur pengisian daya ini dapat berkembang lebih luas, termasuk ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa.
Dengan insentif dan perluasan SPKLU ini, diharapkan masyarakat lebih tertarik beralih ke mobil listrik, mendukung keberlanjutan lingkungan, sekaligus menciptakan pasar kendaraan listrik yang kompetitif di Indonesia.
Demikian pembahasan mengenai alasan kenapa pajak mobil listrik di Indonesia cenderung lebih murah dari pajak mobil konvensional atau yang masih menggunakan tenaga minyak. Semoga bermanfaat.